By: Eka Puteri Ramadhanti
Bagi setiap wanita, diiming-imingkan menikah dengan pasangan yang dicintai merupakan hal membahagiakan. Namun, siapa sangka apabila sang lelaki hanya memberikan omong kosong belaka tanpa memberikan kepastian untuk menikah. Tahukah kamu kalau hal tersebut dapat dijerat hukum?
Mengingkari janji menikahi dapat ditempuh melalui hukum gugatan perdata dengan menggunakan dalil perbuatan melawan hukum. Onrechtmatigedaad merujuk pada Pasal 1365 BW/KUH Perdata yang tertulis bahwa setiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menyebabkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Onrechtmatigedaad, dalam praktiknya merupakan konsep hukum yang dapat digunakan bagi pihak yang merasa dirugikan dan bisa menjadi perangkap dalam hubungan pacaran yang tak berlanjut ke pelaminan. Hal ini dikarenakan kasus serupa telah ada yurisprudensinya. Salah satu contoh yurispudensi adalah putusan MA yang dijatuhkan Hakim Agung Bagir Manan, Parman Suparman, dan Arbijoto pada pertengahan Juli 2003 silam.
Dalam putusan tersebut dapat ditarik kaidah hukum bahwa “dengan tidak dipenuhinya janji untuk mengawini, perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan melawan hukum karena melanggar kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat”. Putusan tersebut ternyata bukanlah putusan pertama yang menghukum pelaku yang mengingkar janji, loh.
Tertulis di dalam buku Himpunan Jurisprudensi Indonesia yang Penting untuk Praktek Sehari-Hari (Landmark Decisions), terdapat putusan 8 Februari 1986 yang mungkin menjadi pertama kali di Indonesia mengenai kasus tidak menempati janji untuk melangsungkan perkawinan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, dan diikuti keharusan membayar ganti rugi.
Adapun menurut Pasal 58 KUH Perdata tertulis “janji-janji kawin tidak menimbulkan hak guna menuntut di muka hakim akan berlangsungnya perkawinan, pun tidak guna menuntut pergantian biaya, rugi, dan bunga, akibat kecederaan yang dilakukan terhadapnya. Segala persetujuan untuk ganti rugi dalam hal ini adalah batal”
Berdasarkan Pasal 58 KUH Perdata maka dapat dirumuskan tiga hal, yaitu:
- Janji tidak menikahi tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka hakim untuk melangsungkan perkawinan dan tidak dapat menuntut pergantian biaya, kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu. Semua persetujuan ganti rugi dalam hal ini adalah batal.
- Jika pemberitahuan nikah telah diikuti suatu pengumuman, maka hal ini dapat menjadi dasar untuk menuntut kerugian.
- Masa daluarsa untuk menuntut ganti rugi adalah 18 bulan terhitung sejak pengumuman rencana perkawinan.
Mengacu pada hal-hal di atas, batalnya pernikahan dapat berakibat hukum apabila salah satu pihak melanggar janji untuk melangsungkan pernikahan. Namun, jika janji tersebut hanya berdasarkan lisan dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan dengan janjinya, tidak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Dari penjelasan di atas, terbukti banyak kasus yang dapat menyebabkan jeratan hukum akibat menjanjikan pernikahan, dalam kondisi merugikan salah satu pihak. Maka dari itu, bagi muda-mudi yang sedang menjalin hubungan kiranya untuk berhati-hati dalam menjanjikan pernikahan.