By: Anillah Fadia Trasaenda
Banyaknya kasus terkait penjualan anak yang bertujuan untuk dieksploitasi secara seksual nyatanya menggambarkan bahwa di Indonesia masih terdapat perbudakan modern saat ini. Melansir dari situs resmi UNICEF Indonesia, bahwa pada tahun 2022 terdapat sekitar 500.000 anak di Indonesia pernah menjadi korban eksploitasi seksual yang mana hal tersebut termasuk ke dalam bentuk perbudakan modern. Perbudakan modern jenis tersebut dilakukan baik secara langsung ataupun melalui daring seperti media sosial. Berdasarkan Dalam Indeks Perbudakan Dunia, perbudakan modern adalah kondisi dimana seseorang memperlakukan orang lain sebagai properti miliknya, sehingga kemerdekaan orang itu terampas kemudian dieksploitasi demi kepentingan orang yang melakukan praktik perbudakan. Istilah perbudakan modern termuat dalam Protokol Perdagangan Manusia yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atau “PBB” pada tahun 2000. Dalam protokol tersebut disebutkan bahwa orang-orang yang terjerat perbudakan modern dieksploitasi dalam berbagai bentuk seperti prostitusi, eksploitasi seksual, buruh paksa, pernikahan paksa, dan perdagangan orang.
Praktik eksploitasi seksual yang melibatkan anak digolongkan dalam Commercial Sexual Exploitation of Children (CSEC). Pada CSEC meliputi tindakan perdagangan seks anak, wisata seks anak, dan pornografi anak. Di Indonesia, perihal eksploitasi seksual anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak). Dalam Pasal 76I UU Perlindungan Anak disebutkan bahwa “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak”. Apabila terdapat orang atau pihak yang tidak mengindahkan larangan dalam pasal tersebut maka dapat dijerat dengan Pasal 88 UU Perlindungan Anak “Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.
Meskipun Indonesia memiliki aturan yang jelas terkait larangan tindakan eksploitasi seksual anak, namun dengan semakin maraknya kasus eksploitasi seksual anak di Indonesia akhir-akhir ini dapat dijadikan sebagai alarm bagi seluruh pihak. Hal tersebut berartikan bahwa kita harus lebih mampu untuk mengoptimalisasikan fungsi pencegahan dan perlindungan terhadap anak sebagaimana amanat dalam konstitusi negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan UU Perlindungan Anak.