By: Anillah Fadia Trasaenda

Pada bulan April 2023, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, merilis data yang menunjukan capaian realisasi investasi di Indonesia pada triwulan I 2023 meningkat sebesar 16,5%. Hal tersebut menunjukan bahwa investasi di Indonesia sedang berada di performa yang cukup bagus. Masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan dan usia pun saat ini turut mendalami bidang investasi. Akan tetapi nyatanya masyarakat Indonesia harus berhati-hati dengan salah satu jenis investasi. Investasi tersebut adalah investasi yang menggunakan skema ponzi.

Investasi dengan skema ponzi merupakan bentuk dari modus investasi bodong atau palsu. Dalam investasi jenis ini, keuntungan yang diberikan kepada investor bukan berasal dari keuntungan yang diperoleh dari kegiatan berusaha atau operasi perusahaan, melainkan berasal dari investor selanjutnya dengan cara merekrut anggota/investor baru. Pada investasi yang menggunakan skema ponzi, terdapat keuntungan besar yang membuat calon investor tergiur.

Keuntungan besar itulah yang membuat masyarakat Indonesia ingin untuk berinvestasi sehingga bergabung ke dalam grup yang di dalamnya terdapat investor lain. Terdapat pola yang menjadi ciri khas dari investasi yang menggunakan skema ponzi yaitu investor-investor yang sudah bergabung lebih awal atau pada waktu pertengahan akan mendapatkan uang atau keuntungan dalam bentuk komisi. Lalu bagaimana dengan investor yang bergabung pada akhir waktu? Mereka akan menanggung kerugian karena jumlah anggota yang sudah jenuh dan dimulai pada saat itulah bisnis investasi ini akan runtuh dengan menimbulkan banyak korban yang dirugikan atau kehilangan uang. Secara garis besar, terdapat beberapa ciri-ciri dari investasi dengan skema ponzi yang wajib diketahui yaitu:

  1. Menawarkan keuntungan besar dalam waktu singkat;
  2. Komisi semakin besar jika dapat merekrut banyak investor/anggota baru;
  3. Produk tidak jelas;
  4. Kerap kali produk yang digunakan atau ditawarkan adalah produk milik pihak asing yang kantornya berada di luar negeri;
  5. Adanya tekanan yang menimbulkan perasaan Fear of Missing Out (FOMO) karena penawaran investasi dilakukan dengan cara mendesak melalui harga promo dan iming-iming bonus; dan
  6. Tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan regulator lainnya.

Masifnya perkembangan teknologi termasuk sosial media, membuat praktik investasi dengan skema ponzi semakin banyak yang bermutasi dengan berbagai model. Meskipun terus mengalami perubahan model, investasi skema ponzi tetaplah melanggar ketentuan yang ada karena tidak memiliki izin OJK. Lebih lanjut, pelaku dari investasi dengan skema ponzi dapat dipenjara maksimal 5 (lima) tahun dan dengan paling banyak Rp5.000.000.000,- sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30 jo. Pasal 103 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Tidak hanya itu, pelaku juga dapat dijerat oleh ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan karena dianggap sebagai kegiatan usaha yang dilarang.

Oleh karena itu perlu untuk mencari seluk beluk perusahaan apabila ingin melakukan investasi. Ingat! Penyesalan selalu datang di akhir loh.