By: Khansa Nur Aidah

Smart contract merupakan bentuk baru dari kontrak elektronik yang memiliki sifat self executing. Smart contract dirancang, ditulis, dan dijalankan dalam sistem elektronik atau kode komputer. Smart contract adalah bagian dari alat transaksi, seluruh transaksi dalam smart contract tercatat, tidak dapat dihapus dan dapat diakses publik. Karenanya, smart contract bersifat transparan. Kontrak dibuat berdasarkan persyaratan terkomputerisasi dalam bentuk kode yang di replikasi dan dieksekusi bila seluruh persyaratan telat dipenuhi. Kode didistribusikan secara merata ke dalam jaringan atau blockchain.

Salah satu isu hukum yang timbul dari adanya smart contract ialah apabila smart contract ini diaplikasikan dalam transaksi e-commerce. Dengan sistem yang otomatis, jual beli online dalam e-commerce menimbulkan pertanyaan dalam hal pemenuhan syarat-syarat obyektif dan subyektif untuk timbulnya suatu perjanjian.

Smart contract merupakan suatu kesepakatan antara para pihak, tentunya akan berpedoman pada hukum yang mengatur mengenai perikatan dan juga peraturan lainnya yang berkaitan dengan smart contract tersebut.

Di Indonesia perikatan berpedoman pada KUHPerdata, salah satu pasal yang sangat penting dalam perikatan adalah pasal 1320 KHUPerdata yang menjelaskan terkait syarat sah suatu perikatan, dan untuk peraturan lainnya dapat berpedoman terhadap UU ITE, PP PSTE, dll yang tentunya berkaitan dengan smart contract.

Di jaman yang sudah serba teknologi ini banyak negara yang sudah mengadopsi smart contract dalam berbagai kegiatan. Penggunaan smart contract dalam blockchain, asuransi, crowd funding, hingga penyediaan jasa.

Penggunaan smart contract juga digunakan dalam transaksi elektronik dibeberapa negara seperti Quube di Singapura, Elinext dari Perancis, Ethereum dari Swiss hingga Stellar dari Amerika. Untuk di Indonesia sendiri penggunaan smart contract banyak digunakan di industri fintech.