By: Eka Puteri Ramadhanti

Kasus penguntit atau stalker adalah kejahatan yang melibatkan penindasan, intimidasi, atau pengejaran yang terus-menerus terhadap seseorang. Tindakan ini tidak hanya mengancam integritas dan kesejahteraan korban, tetapi juga melanggar hak asasi manusia. Di Indonesia, terdapat peraturan dan undang-undang yang memberikan perlindungan hukum bagi korban kasus penguntit atau stalker. Dalam artikel ini, kita akan membahas perlindungan hukum yang ada di Indonesia terkait kasus ini.

  1. UU Perlindungan Saksi dan Korban (UU PPSK):

UU PPSK memberikan perlindungan hukum bagi saksi dan korban, termasuk korban kasus penguntit atau stalker. Undang-undang ini memastikan hak korban untuk mendapatkan perlindungan fisik, psikologis, dan sosial. Korban dapat meminta perlindungan, mendapatkan bantuan hukum, dan melaporkan kasusnya kepada aparat penegak hukum.

  1. KUHP Pasal 335 ayat (1) angka 1 jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 dan Pasal 268 ayat (1) tentang Penindakan Pidana Penguntit:

Pasal 335 ayat (1) angka 1 jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 dan Pasal 268 ayat (1)  KUHP mengatur tindakan pidana terhadap pelaku penguntit atau stalker. Pasal ini menjatuhkan sanksi pidana bagi pelaku yang dengan sengaja dan tanpa hak menguntit, mengejar, atau mengintai seseorang dengan cara yang dapat menimbulkan rasa takut atau gangguan pada korban. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenai hukuman penjara.

  1. Undang-Undang ITE (UU No. 19 Tahun 2016):

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga berperan dalam melindungi korban kasus penguntit atau stalker di dunia maya. Jika penguntit atau stalker menggunakan media elektronik, seperti pesan teks, email, atau media sosial, untuk mengintai korban, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran UU ITE. Korban dapat melaporkan kasus ini dan pihak berwenang akan mengambil tindakan sesuai dengan UU ITE. Pelaku dapat dijerat sesuai dengan Pasal 27 ayat (4) UU ITE dan/atau Pasal 29 UU ITE.

  1. Perlindungan Saksi dan Korban oleh Aparat Penegak Hukum:

Aparat penegak hukum, seperti kepolisian, memiliki peran penting dalam memberikan perlindungan kepada korban kasus penguntit atau stalker. Korban dapat melaporkan kasusnya kepada kepolisian dan meminta perlindungan serta pengawasan terhadap pelaku. Tindakan pencegahan dan penindakan pidana akan dilakukan oleh pihak berwenang.

  1. Tindakan Pencegahan dan Kesadaran Masyarakat:

Selain perlindungan hukum, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang kasus penguntit atau stalker. Pendidikan dan sosialisasi yang efektif dapat membantu masyarakat mengenali tanda-tanda menguntit dan melaporkan kasus yang terjadi. Tindakan pencegahan ini juga dapat dilakukan dengan memperkuat keamanan pribadi, seperti mengunci pintu dan jendela dengan baik, menghindari berbagi informasi pribadi yang sensitif, dan mengelola media sosial dengan bijak.

Perlindungan hukum terhadap kasus penguntit atau stalker di Indonesia diatur oleh UU Perlindungan Saksi dan Korban, KUHP, dan UU ITE. Undang-undang ini memberikan dasar hukum yang kuat untuk melindungi korban, menindak pelaku, dan mencegah tindakan tersebut. Penting bagi korban untuk melaporkan kasusnya kepada aparat penegak hukum, sementara masyarakat perlu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pencegahan dan mengenali tanda-tanda kasus penguntit atau stalker. Dengan demikian, kita dapat memperkuat perlindungan hukum dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua warga negara.