By: Khansa Nur Aidah

Perusahaan pembiayaan di Indonesia diatur dalam Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Tujuan diadakannya peraturan ini adalah untuk upaya meningkatkan peran Lembaga Pembiayaan dalam proses pembangunan nasional dan juga untuk menyempurnakan Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.

Pasal 1 ayat 1 Perpres No. 9/2009 menjelaskan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.

Lembaga pembiayaan meliputi perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, dan perusahaan pembiayaan infrastruktur. Pasal 1 ayat 2 Perpres No. 9/2009 menjelaskan bahwa perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.

Pada awalnya perusahaan pembiayaan tidak mengenal sistem syariah, namun karena semakin berkembangnya industri syariah di Indonesia dan bahkan dunia, maka sistem syariah mulai dikenal dan digunakan hampir dalam semua sektor perindustrian termasuk dalam perusahaan pembiayaan.

Kemudian OJK pada tahun 2014 mengeluarkan peraturan No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan dan peraturan No. 28/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan, lalu pada tahun 2020 OJK kembali mengeluarkan peraturan No. 47/POJK.05/2020 tentang Perizinan Usaha Dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan Syariah. POJK No. 47 ini menggantikan POJK No. 28 karena dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing industri dalam mendukung perkembangan usaha perusahaan pembiayaan dan perusahaan pembiayaan syariah.

OJK juga telah mengeluarkan peraturan No. 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan dan peraturan No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam POJK ini.

Pengaturan lebih rinci yang membahas penyelenggaraan pembiayaan syariah ini dapat dilihat dalam Peraturan. No. 10/POJK.05/2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah Dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan.

POJK No. 10/POJK.05/2019 menjelaskan bahwa perusahaan pembiayaan syariah adalah perusahaan pembiayaan yang seluruh kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah yang berdasarkan prinsip syariah yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

Prinsip dasar yang wajib dipenuhi dalam penyelenggaraan kegiatan pembiayaan syariah adalah prinsip keadilan, keseimbangan, kemaslahatan, dan universalisme, serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zhulum, risywah, dan objek haram.

Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan syariah yakni melakukan pembiayaan jual beli, pembiayaan investasi, dan/atau pembiayaan jasa.

Pembiayaan Jual Beli

Pasal 1 ayat 8 POJK No. 10/POJK.05/2019 menjelaskan Pembiayaan Jual Beli adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang melalui transaksi jual beli sesuai dengan Perjanjian Pembiayaan Syariah yang disepakati oleh para pihak. Akad yang digunakan dalam pembiayaan jual beli dilakukan dengan menggunakan akad Murabahah, Salam, dan/atau Istishna’.

Salah satu akad yang sering digunakan adalah akad Murabahah, yakni akad jual beli yang diketahui harga pokonya dan harga jualnya. DSN menjelaskan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegakkan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga lebih sebagai laba. Lembaga keuangan diperbolehkan meminta uang muka apabila kedua pihak sepakat dan harus menjadi bagian harga beli. Contoh pengaplikasian akad murabahah adalah transaksi jual beli motor, tuan XYZ berencana membeli motor seharga Rp30 juta. Karena tuan ABC tidak memiliki uang sejumlah tersebut, tuan ABC mendatangi perusahaan pembiayaan X untuk membeli motor yang diinginkan. Perusahaan pembiayaan X kemudian memesan motor yang dimaksud, kemudian menjualnya kepada tuan ABC dengan harga yang disepakati sebesar Rp 35juta (Rp 30 juta harga perolehan dan Rp 5 juta margin). Pembayaran dilakukan secara angsuran setiap bulan selama jangka waktu 12 bulan (jangka waktu yang disepakati).

Pembiayaan Investasi

Pasal 1 ayat 9 POJK No. 10/POJK.05/2019 menjelaskan Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal dengan jangka waktu tertentu untuk kegiatan usaha produktif dengan pembagian keuntungan sesuai dengan Perjanjian Pembiayaan Syariah yang disepakati oleh para pihak. Akad yang digunakan dalam pembiayaan investasi dilakukan dengan menggunakan akad Mudharabah, Musyarakah, Mudharabah Musytarakah, dan/atau Musyarakah Mutanaqishoh.

Salah satu akad yang sering digunakan adalah akad Mudharabah, yakni akad kerja sama antara penyedia dana usaha dengan pengelola dana/manajemen usaha untuk memperoleh hasil usaha dengan pembagian hasil usaha sesuai porsi yang telah disepakati bersama pada awal. Akad ini biasanya diaplikasikan pada keperluan investasi seperti pembangunan pabrik, kendaraan bermotor, tanah dan bangunan serta barang lainnya dengan jangka waktu yang disepakati  bersama. Contohnya A ingin membuat pabrik pembuatan hijab, lalu A mengajukan pembiayaan kepada perusahaan pembiayaan untuk mendapatkan modal usaha, selanjutnya perusahaan memberikan modal usaha kepada A sejumlah 100% dari yang diminta A. Ketika akad berlangsung telah ditentukan porsi bagi hasilnya.

Akad Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu  di mana masing-masing pihak  memberikan kontribusi dana atau amal/expertise dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Musyarakah biasana diaplikasikan untuk kegiatan pembiayan proyek di mana baik nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek tersebut selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

Pembiayaan Jasa

Pasal 1 ayat 10 POJK No. 10/POJK.05/2019 menjelaskan Pembiayaan Jasa adalah pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk pemberian manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman, dan/atau pemberian pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa sesuai dengan Perjanjian Pembiayaan Syariah yang disepakati oleh para pihak. Akad yang digunakan dalam pembiayaan jasa dilakukan dengan menggunakan akad Ijarah, Ijarah Muntahiyah Bittamlik, Hawalah atau Hawalah bil Ujrah, Wakalah atau Wakalah bil Ujrah, Kafalah atau Kafalah bil Ujrah, Ju’alah, dan/atau Qardh.

Akad yang sering digunakan adalah akad Ijarah, yakni akad pemindahan hak guna atau manfaat atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah biasanya diaplikasikan pada barang-barang  atau jasa keperluan sewa seperti kendaraan bermotor, tanah dan bangunan serta barang lainnya yang dapat disewakan dengan jangka waktu yang disepakati bersama. Contohnya adalah pembiayaan jasa borongan dalam pembangunan gedung.