By: Eka Puteri Ramadhanti
Baru-baru ini terdengar berita bahwa telah ditetapkan dua orang tersangka pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan korban berjumlah 20 orang WNI yang ditemukan di apartemen didaerah Bekasi. Dikatakan bahwa pelaku mengiming-imingkan para korban untuk dapat bekerja di Myanmar namun, ternyata 20 orang tersebut justru disekap, disiksa, diperbudak dan diperjualbelikan. Berdasarkan tindakan tersebut, pelaku dapat dipidanakan sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang Nomor 21 Tahun 2007.
Mengacu pada Pasal 1 Ayat 1 UU TPPO, Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Sedangkan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO merupakan setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU TPPO (Pasal 1 Ayat 2 UU TPPO).
Kasus TPPO di Indonesia dapat dikenai sanksi dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) (Pasal 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 UU TPPO). Sedangkan tertulis pada Pasal 7 Ayat 1 UU TPPO bahwa jika pelaku TPPO mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana berdasarkan Pasal 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 UU TPPO). Serta pada Pasal 7 Ayat 2 jika pelaku TPPO mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Dalam kasus TPPO, korban atau keluarga korban dapat mengajukan laporan ke polisi atau ke lembaga perlindungan seperti Komnas HAM atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk mendapatkan bantuan hukum dan perlindungan. Korban juga berhak memperoleh rehabilitasi Kesehatan dan social, pemulangan, dam reintegrasi social dari pemerintah (Pasal 51 UU TPPO).
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), merupakan kejahatan luar biasa sehingga memerlukan penanganan dan pencegahan yang serius, dan sinergi semua pihak. Berdasarkan Pasal 58 UU TPPO pun menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah untuk membentuk Gugus Tugas dalam mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan pemberantasan perdagangan orang. Dengan semakin maraknya kasus TPPO di Indonesia, maka komitmen yang kuat, implementasi, serta sinergi dan kerjasama yang baik dari seluruh stakeholder menjadi sangat penting,
Selain itu, dalam upaya penanganan dan pencegahan kasus TPPO terjadi dibutuhkan pula bantuan daripada seluruh masyarakat Indonesia yang melihat, mendengar, atau mengetahui adanya tindakan kekerasan, termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang, kini dapat langsung melaporkannya ke Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) melalui call center 129, atau WhatsApp 08111-129-129.