By: Eka Puteri Ramadhanti
Tindak voice phishing atau sering disebut “penipuan suara” telah menjadi ancaman serius dalam dunia digital. Dalam hal ini, penjahat mencoba untuk memperoleh informasi pribadi seperti nomor kartu kredit, kata sandi perbankan, atau data sensitif lainnya dengan menyamar sebagai lembaga keuangan atau organisasi yang tepercaya. Di Indonesia, pemerintah dan lembaga penegak hukum telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi warga dari tindak kejahatan semacam itu. Artikel ini akan membahas upaya hukum yang ada di Indonesia dalam menangani kasus tindak voice phishing.
Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah salah satu instrumen hukum utama yang digunakan untuk menangani tindak kejahatan digital di Indonesia. Pasal-pasal yang terkait dengan tindak voice phishing antara lain Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 45A UU ITE.
Pasal 28 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Dalam Pasal 45 A UU ITE mengatur tentang ancaman hukum pidana tindak penipuan dan pemalsuan identitas dalam transaksi elektronik. Ketika penjahat menggunakan metode voice phishing untuk memperoleh data sensitif, hal ini dapat dianggap sebagai penipuan yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau merugikan orang lain dan dijerat dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Di Indonesia, beberapa lembaga penegak hukum berperan dalam menangani kasus tindak voice phishing. Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber), bertanggung jawab atas penanganan tindak kejahatan siber, termasuk tindak voice phishing. Mereka melakukan penyelidikan, penangkapan, dan penuntutan terhadap pelaku kejahatan siber.
Selain itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga berperan dalam melindungi infrastruktur teknologi informasi pemerintah dan memberikan rekomendasi kebijakan dalam upaya mengurangi risiko serangan siber, termasuk tindak voice phishing.
Selain upaya hukum dan penegakan hukum, pencegahan dan peningkatan kesadaran masyarakat sangat penting dalam menghadapi tindak voice phishing. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
- Pendidikan dan Penyuluhan: Pemerintah, lembaga pendidikan, dan lembaga swadaya masyarakat harus bekerja sama dalam memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang ancaman voice phishing, cara mengidentifikasi modus operandi penipuan suara, dan langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil.
- Peringatan Publik: Pemerintah dapat memberikan peringatan publik melalui media massa, saluran media sosial, dan situs web resmi untuk memberi tahu masyarakat tentang metode penipuan terbaru dan bagaimana menghindarinya.
- Pelaporan dan Kolaborasi: Masyarakat harus didorong untuk melaporkan kasus tindak voice phishing kepada pihak berwenang. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga penegak hukum, dan sektor swasta juga penting untuk berbagi informasi dan menghadapi ancaman bersama.
- Penggunaan Teknologi Keamanan: Penggunaan perangkat lunak keamanan, enkripsi, dan otentikasi dua faktor pada perangkat komunikasi dapat membantu melindungi pengguna dari serangan voice phishing.
Tindak voice phishing merupakan ancaman serius dalam dunia digital di Indonesia. Dalam menangani kasus-kasus ini, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi dasar hukum utama. Pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mencegah tindak voice phishing dan melindungi warga dari serangan yang merugikan secara finansial dan emosional. Kesadaran masyarakat, edukasi, serta langkah-langkah teknologi keamanan menjadi kunci dalam menghadapi ancaman ini.