By: Eka Puteri Ramadhanti

Dalam dunia kerja, pelecehan seksual merupakan tindakan serius yang melanggar hak asasi manusia dan kesejahteraan individu. Saat pelecehan dilakukan oleh atasan kerja, korban seringkali menghadapi situasi yang sulit dan merasa terjebak. Artikel ini akan membahas upaya hukum yang dapat dilakukan oleh korban pelecehan oleh atasan kerja berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Indonesia.

Landasan Hukum:

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) dan Undang-Undang Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”) adalah landasan hukum yang melindungi korban pelecehan seksual, termasuk pelecehan yang dilakukan oleh atasan kerja.

Definisi Pelecehan Seksual:

Pelecehan seksual adalah setiap tindakan yang dilakukan dengan tujuan seksual yang melanggar martabat dan kemerdekaan seseorang. Pelecehan seksual bisa mencakup ucapan, tindakan fisik, atau tindakan tidak pantas lainnya yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, kecemasan, atau trauma pada korban.

Pelecehan oleh Atasan Kerja:

Pelecehan yang dilakukan oleh atasan kerja memiliki karakteristik yang khusus karena melibatkan hubungan hierarkis dan kekuasaan yang tidak seimbang antara atasan dan bawahan. Pelecehan semacam itu dapat mencakup tekanan seksual, permintaan layanan seksual, komentar atau lelucon seksual yang tidak pantas, atau tindakan fisik yang tidak diinginkan.

Upaya Hukum terhadap Pelaku Pelecehan oleh Atasan Kerja:

Korban pelecehan seksual oleh atasan kerja dapat melakukan upaya hukum sebagai berikut:

  1. Laporan Polisi: Korban dapat melaporkan kejadian pelecehan kepada kepolisian setempat. Bukti-bukti seperti saksi, bukti elektronik, atau bukti medis dapat digunakan untuk mendukung laporan polisi.
  2. Gugatan Perdata: Korban dapat mengajukan gugatan perdata terhadap atasan kerja dan perusahaan di pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi atas pelanggaran haknya dan dampak yang ditimbulkan.
  3. Pengaduan ke Lembaga Perlindungan Perempuan: Korban dapat mengajukan pengaduan ke lembaga perlindungan perempuan seperti Komnas Perempuan atau lembaga lain yang berfokus pada perlindungan korban kekerasan seksual. Lembaga ini dapat memberikan pendampingan hukum dan bantuan lainnya kepada korban.
  4. Pelaporan ke Organisasi Profesional: Jika atasan kerja merupakan anggota organisasi profesional, korban dapat melaporkan pelecehan kepada organisasi tersebut. Organisasi tersebut dapat mengambil tindakan disipliner terhadap atasan yang terbukti melakukan pelecehan.

Sanksi dan Dampak Hukum:

Pelaku pelecehan seksual oleh atasan kerja dapat dikenai sanksi hukum berdasarkan UU TPKS dan KUHP, antara lain:

  1. UU TPKS: Pelaku pelecehan seksual dapat dikenai sanksi pidana dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda sebanyak 300 juta berdasarkan Pasal 6 huruf c UU TPKS.
  2. KUHP: Pelaku pelecehan seksual Pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP yaitu diancam pidana penjara paling lama 7 tahun pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.

Pelecehan seksual oleh atasan kerja merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak individu dan dapat merusak kesejahteraan korban. Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Ketenagakerjaan, dan KUHP memberikan perlindungan hukum kepada korban pelecehan seksual, termasuk yang dilakukan oleh atasan kerja. Korban dapat mengambil langkah-langkah hukum seperti melaporkan ke polisi, mengajukan gugatan perdata, atau membuat pengaduan ke lembaga perlindungan perempuan. Penting bagi korban untuk mendapatkan dukungan dan bantuan hukum yang tepat dalam menghadapi situasi ini.